Hubungan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
Demokrasi punya keterkaitan yang sangat erat dengan Hak Asasi Manusia. Tanya kenapa? Karena hakikat dasar atau makna yang terdalam dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat, yaitu rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa secara langsung menyatakan adanya jaminan terhadap hak sipil dan politik rakyat sesuai dengan Konvenan Hak Sipil dan Politik yang telah mendapat pengakuan dunia internasional.
Secara lebih real dan kongkret untuk menilai demokratis atau tidaknya suatu negara yaitu dapat diukur dari seberapa besar tingkat kebebasan/kemerdekaan yang dapat dinikmati rakyat di suatu negara, kemerdekaan dan hak tersebut adalah sebagaimana yang dimasukkan dalam kategori Hak-Hak Asasi Manusia. Misalnya, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kemerdekaan untuk menentukan pilihan politik, hak untuk diperlakukan sama di depan hukum.
Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa Hak Asasi Manusia akan terwujud dan dijamin oleh negara yang demokratis dan demikian sebaliknya, demokrasi akan terwujud apabila negara mampu manjamin tegaknya Hak Asasi Manusia.
Hubungan antara Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Perdamaian
Perdamaian merupakan sebuah kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap manusia yang menginginkan rasa aman. Tanpa perdamaian, tidak mungkin seseorang atau sekelompok orang, baik dari unit terkecil dalam masyarakat ataupun bahkan dalam negara dapat memenuhi kebutuhan sosial, politik dan ekonominya dengan baik. Perdamaian di dalam suatu negara dapat tercipta apabila Hak Asasi Manusia terjamin. Sedangkan Hak Asasi Manusia akan terwujud dan dijamin oleh negara yang demokratis dan demikian sebaliknya.
Merdeka
Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah ketika semua hak manusia dapat terjamin dan terpenuhi secara adil. Artinya kemerdekaan sebuah komunitas (bangsa) itu akan benar-benar terwujud ketika di tengah-tengah komunitas (bagnsa) tersebut telah terciptanya Perdamaian, serta telah berjalannya Demokrasi dengan baik dan juga telah terjaga dan terwujudnya penghormatan terhadap HAM oleh dan untuk semua pihak yang terlibat dalam rantai dan sistem kehidupan di komunitas (bangsa) terkait.
Secara lebih tegas bisa dikatakan bahwa “tidak ada kemerdekaan tanpa perdamaian, jaminan dan penghormatan terhadap HAM dan berjalan dan terjaminnya sistem demokrasi dengan baik” artinya tidak ada perdamaian tanpa penghormatan terhadap HAM, penghormatan terhadap HAM hanya bisa di jamin oleh Negara yang demokratis. Disa’at perdamain, HAM dan demokrasi telah berjalan dan terjamin dengan baik maka di sa’at itulah kemerdekaan akan bisa dinikamati oleh sebuah bangsa!
Sudahkah Aceh Merdeka?
Dilihat darai criteria kemerdekaan di atas yaitu terciptanya Perdamaian, berjalannya Demokrasi dan terjaminnya penegakan HAM maka dapat dikatakan bahwa:
Dilihat dari criteria terciptanya Perdamaian maka Aceh telah Merdeka, setidaknya tidak-tidaknya di Aceh tidak ada lagi “perang terbuka” dengan menggunakan mesin perang dengan musuh lama, tidak ada lagi kontak senjata antara TNA dengan TNI sebagaimana yang terjadi sebelum lahirnya MoU Helsinki.
Dilihat dari criteria terciptanya Demokrasi maka Aceh bisa dikatakan juga sudah “hampir” merdeka meski belum sepenuhnya merdeka, kenapa dikatakan belum sepenuhnya merdeka? Karena dalam setiap kontestasi politik di Aceh masih diwarnai oleh berbagai pelanggaran baik dalam bentuk kekerasan fisik maupun dalam bentuk pelanggaran lainnya setidaknya hingga pemilu legeslatif 2014 silam, meskipun demikian dibanding dengan kondisi Pra MoU Helsinki maka dapat dikatakan demokrasi di Aceh telah berkembang dengan sangat pesat, terutama bila di tilik dari keterlibatan/partisipasi rakyat dalam kontestasi politi dalam hal ini setelah MoU Rakyat Aceh sudah aktif mengikuti tahap demi tahap dalam proses demokrasi itu sendiri, instrument paling simple misalkan kita bisa melihat dari partisipasi pemilih dalam setiap momentum demokrasi, lebih dari itu secara lebih jelas kita juga bisa melihat bagaimana pertumbuhan “kesadaran” rakyat Aceh untuk berpartisipasi secara aktif dalam kontestasi politik itu bukan lagi sekedar memilih atau mencoblos, tapi rakyat Aceh sudah berpartisipasi aktif sejak dari tahapan awal pencalonan baik anggota parlement maupun calon kepala daerah, hal ini menunjukkan instrument demokrasi yaitu pemerintahan dijalankan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat telah mulai berjalan dengan baik di Aceh pasca damai, ini berbeda jauh dengan kondisi pra MoU Helsinki di mana roda demokrasi bisa dikatakan hampir macet total.
Sementara ditinjau dari criteria terakhir yaitu penegakan HAM maka juga bisa dikatakan Aceh “hampir” merdeka, mengapa dikatakan demikian? Kerena Hak Azasi Manusia di Aceh hampir bisa dikatakan terpenuhi.
Hak untuk hidup misalkan, dengan melihat dari criteria ini maka kondisi rakyat Aceh sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelum MoU Helsinki, di mana hampir setiap hari kita menemukan ada “nyawa” rakyat Aceh yang melayang dengan begitu mudah, kontak tembak, penculikan, penganiayaan yang setiap hari “mengancam” keselamatan jiwa rakyat Aceh.
Hak untuk memperoleh pendidikan atau merdeka dari kebodohan. Dalam konteks ini juga bisa dikatakan meski belum sempurna dan belum maksimal namun kondisi rakyat Aceh jauh lebih baik dibandingkan pada masa sebelum damai, di mana kondisi saat itu sangat-sangat tidak mendukung untuk berlangsungnya proses pendidikan yang baik untuk rakyat Aceh, kondisi keamanan menjadi penghambat terbesar selain itu kondisi fasilitas pendidikan yang sangat buruk, banyak gedung sekolah yang rusak atau sengaja dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan berbagai fasilitas laiinya, setelah damai Rakyat Aceh mulai bangkit, hal ini didukung dengan kebijakan pemerintah saat itu (terutama periode awal setelah damai) yang pro rakyat, misalnya lahirnya progam beasiswa untuk anaka yatim korban korban konflik dan berbagai beasiswa lainnya yang sangat mendukung terpenuhinya hak rakyat Aceh untuk mendapatkan pendidikan.
Hak untuk berpolitik (memilih dan dipilih) atau merdeka dari penindasan politik. Ditinjau dari sudut pandang ini maka secara regulasi (hukum) rakyat Aceh setelah MoU Helsinki telah mendapatkan ruang yang sangat besar untuk berpartisipasi dalam proses perpolitikan, misalnya dengan di kembalikannya Hak politik kepada Anggota GAM yang sebelumnya diburu oleh Indonesia, dibukanya peluang Calon Independent dalam pilkada langsung dan disusul dengan lahirnya Partai Lokal di Aceh yang bahkan menajdi pioner bagi perpolitikan di Indonesia, jadi ditilik dari sudut pandang ini bisa dikatakan kondisi Aceh sudah jauh lebih baik dari sebelum damai.
Hak untuk mendapatkan pekerjaan atau merdeka dari kemiskinan. Selain menggunakan criteria di atas penegakan dan terjaminnya HAM juga harus dilihat dari aspek terpenuhinya hak ranyat untuk mendapatkan pekerjaan, mungkin dari sisi ini Aceh masih sangat jauh dari kata merdeka dari kemiskinan, mengapa? Karena meskipun kondisi Aceh yang sudah jauh lebih membaik, ditambah lagi dengan “banjirnya” uang yang masuk ke Aceh dari tahun ke tahun, apa lagi pasca tsunami namun angka pengangguran di Aceh masih sangat tinggi meskipun secara umum angka kemiskinan di Aceh telah mulai menurun pada periode awal pasca MoU namun kondisi ini kemudian kembali memburuk, hal ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, misalnya kurang kreatifnya rakyat Aceh itu sendiri, maupun karena kurang pedulinya Pemerintah Aceh.
Nah secara umum dilihat dari aspek terciptanya Perdamaian, berjalannya Demokrasi dan terjaminnya Hak Azasi Manusia maka bisa dikatakan Pasca Mou Aceh “hampir” Merdeka. Hanya tergantung kepada kita mau kita bawa kemana Aceh kedepan?
Apakan mau kita merdekakan?
Atau?
Akhirnya penulis berharap agar rakyat Aceh dan juga Pemerintah Aceh bisa sama-sama segera melepaskan egoisme pribadi dan kelompok, serta segera bangkit dan merapatkan barisan untuk berjuang demi kemerdekaan yang sempurna, yaitu merdeka dari penindasan, kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan lainnya.
Sehingga kita bisa sama-sama berteriak
MERDEKAAA!