BANDA ACEH - Sebagaimana
dieritakan JPNN Anggaran
untuk pengadaan empat mobil pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)
mencapai Rp 5,1 miliar. Salah seorang sumber Rakyat Aceh (Grup JPNN) di
DPRA mengakui akan ada pembelian empat mobil untuk pimpinan DPRA pada tahun ini.
"Iya benar, anggaran
mencapai Rp 5,1 miliar, kalau jenis saya tidak tahu secara rinci, tapi awalnya
itu Toyota Alphard dan Toyota Harrier," ujar seorang staf di Sekretariat
DPRA, Minggu (12/4). Sementara itu, Wakil Ketua DPRA, T Irwan Djohan
membenarkan ada anggaran Rp 5,1 miliar untuk pengadaan empat mobil pimpinan
DPRA. "Iya, tapi setahu saya, toyota Alpard itu ditolak Kemendagri
dan diminta ganti yang lain, tapi saya tidak tahu gantinya dengan apa,"
ujar Irwan menjawab Harian Rakyat Aceh.
Teuku Irwan Djohan sendiri
mengaku menolak mobil yang diusulkan tersebut. Dia minta mobil untuknya yang
rencananya Toyota Harrier diganti dengan Kijang Inova.
"Usulan Kijang Inova untuk
saya itu sudah disetujui oleh DPRA, tapi kalau yang lain saya tidak tahu,"
ungkap Teuku Irwan Djohan.
Saat disinggung alasan menolak
mobil yang ditawarkan, Teuku Irwan Djohan menilai mobil tersebut
terlalu mewah, tidak efisien dan tidak pantas untuk dirinya. Terlebih saat
kampanye pileg dia berjanji akan tetap hidup dengan kesederhanaan.
Berbagai tanggapanpun bermunculan
di media social, terkait dengan penolakan yang diutarakan Teuku Irwan
Djohan atas pengadaan mobil mewah untuk pimpinan DPR A tersebut, ada
yang menganggap ini sebuah bentuk tanggung Jawab moral seorang wakil
rakyat yang menyadari bahwa kehidupan rakyat yang diwakilinya masih sangat jauh
dari kata mewah sehingga ia sendiri merasa harus menolak kemewahan yang
ditawarkan kepadanya, seperti yang diungkapkan Muhammad Ramadhan Al-Faruq Aceh dalam sebuah komentarnya “Saya tidak bisa menebak ada apa dengan ini semua! Yang jelas Bertahun-tahun uang membanjiri Aceh,
ratusan orang yang sudah pernah "menunggangi" suara rakyat Aceh belum
ada yang se GILA ini. Bravo Wakil
Rakyat Miskin Teuku Irwan Djohan
III”, ada juga apresiasi luar biasa yang disampaikan
atas sikap Teuku Irwan Djohan tersebut seperti yang dikatakan Awy “Luar
biasa komunikasi politik pak Irwan Johan, perlu di ketahui bersama bahwa untuk mencapai
tujuan yang lebih besar maka harus berani mengorbankan hal-hal yang
kecil. Pemilu 2017 sudah sangat dekat, semoga kita semua bisa memahaminya”.
Ada juga yang menganggap bahwa penolakan itu
tidak perlu dilakukan karena pengadaan itu untuk menunjang tugasnya sebagai
wakil rakyat seperti yang di katakana Bang Ady “Silahkan guna
fasilitas hak tugas yang dibiayai rakyat tapi jangan lupa mewakili rakyat
sesuai tugas. Yang urus rakyat sudah ada eksekutif, awasi eksekutif apakah
sudah urus rakyat. Kalau belum sebagai wakil rakyat minta pertanggungjawaban
eksekutif. Nyan insya Allah rakyat akan ikhlas bila mereka sudah terpenuhi
haknya”.
Selain itu
juga ada yang menganggap penolakan ini wajar-wajar saja tapi tidak boleh
diputuskan secara emosional, hal ini seperti yang diungkap Ardiansyah “Ampon
Bang Teuku Irwan Djohan, Sikap abang sah sah saja,
tapi jangan ambil keputusan dengan emosional, negeri ini bukan negeri persepsi.
Jika yang menjadi hak harus di terima untuk meningkatkan pelayanan abang
sebagai wakil rakyat maka itu sah sah saja, Para amil zakat saja dapat hak
namum sesuai dengan aturan yang ada, jangan mengambil hak dari penerima zakat.
Tetap semangat Ampon”.
Pun demikian
dari beragamnya tanggapan yang muncul dari berbagai pihak, saya berharap
meskipun Teuku Irwan Djohan nantinya tetap menolak, ia tetap harus bekerja
maksimal untuk menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat karena dilihat dari
satu sisi tanpa fasilitas mewahpun kalau memang niat untuk melayani rakyat mau
diwujudkan dengan maksimal juga masih sangat memungkinkan, bahkan saya cenderung
melihat pengadaan mobil mewah itu terkesan “Narsis” ditengah kehidupan dan
situasi perekonomian rakyat Aceh yang masih sangat mengkhawatirkan, hal ini
bisa terlihat dari jumlah
angka kemiskinan, gizi
buruk, daya beli masyarakat yang sangat lemah, angka pengangguran di Aceh
yang masih sangat tinggi sehingga “sudah” selayaknya Wakil rakyat tampil lebih
sederhana dan bekerja lebih maksimal, bukan sebaliknya kinerja yang “rendah”
tapi fasilitasnya mewah.
Terkait dengan
adanya tanggapan miring yang mengatakan ini bagian dari pencitraan saya melihat
bahwa Pejabat publik mempublikasi
kinerjanja, itu sah sah saja, "Wate dipeudeuh ta peugah
pencitraan, Wate hana deuh ta peugah hana dipubuet
sapeu". Sebagai pejabat publik, mempublikasikan kinerja adalah sebuah
keniscayaan, supaya rakyat bisa mengukur dan memotivasi yang lain untuk
melakukan hal yang sama. Karena Ini kerja Kepublikan, rakyat berhak tahu
dan menilai. Jangan sampai "tiep pemilu teupileh Buthso
Doe". Hanya sedikit perbedaan antara Dedikasi, Pertanggung jawaban,
Pencitraan dan Pembohongan dan Kampanye. yang pasti hanya hati yang
bersangkuta yang tahu pasti.
Rakyat silakan saja beropini.
Ketika anda terlihat aneh dengan melakukan sesuatu yang anda
yakini benar maka disitu anda tidak boleh sedih.