Menguasai puncak kekuasaan adalah cita-cita terbesar yang dimiliki
oleh semua pilitisi dibelahan dunia manapun, namun mewujudkan kemashlahatan
untuk ummat belum tentu menjadi tujuan akhir dari semua politisi, hanya
segelintir politisi yang benar-benar berjuang untuk memperbaiki kehidupan ummat
(rakyat) selebihnya hanya para pecundang dan pengibul serta penipu yang
senantiasa berbicara atas nama rakyat namun tujuan akhir yang ingin dicapai
adalah memperkaya diri dan beberapa orang yang dianggapnya pantas untuk hidup
dengan kualitas yang lebih baik.
Dalam perkembangannya dari sedikit politisi yang benar-benar berjuang
untuk memperbaiki kehidupan ummat, mereka harus melewati dan menaklukkan
berbagai arus “Godaan” yang mempunyai semangat untuk menghancurkan ummat dan
memperkaya diri, baik semangat itu muncul karena politisi itu sendiri yang
tergoda oleh kekayaan dan fasilitas mewah yang dia bisa dapatkan selama
menjabat sehingga melupakan visi awalnya untuk memperbaiki rakyat, ataupun
bahkan dorongan itu datang dalam bentuk tekanan dari orang-orang disekitarnya
yang ingin meluluh lantakkan idealismenya yang sudah dibangun dan dirintis
sejak lama untuk membangun kehidupan ummat.
Tekan atau pressur bukanlah hal yang asing dalam kehidupan
politisi, bahkan keadaan ini hampir bisa dipastikan pernah dihadapi oleh semua
politisi yang pernah dan sedang berada dalam pemerintahan, baik di eksekutif
maupun di legeslatif, setidaknya saya pernah mendengar ini dari beberapa
politisi yang berani atau terpaksa buka mulut soal tersebut, terakhir saya mendengar itu dari
pengakuan salah satu politisi muda paling potensial yang ada di Partai Aceh
yaitu Kautsar Muhammad Yus dengan akun Facebooknya Kautsar Atjeh yang dikenal punya kemampuan dan cara berfikir yang luar
biasa, dalam sebuah status FB nja kautsar menuliskan "Sebagai anggota
DPRA, saya kerap dimintai memperjuangkan aspirasi masyarakat tentang program
pembangunan. Permintaan tersebut lisan mahupun tulisan dalam bentuk proposal.
Saya senantiasa berupaya memperjuangkannya. Perjuangan itu ada yang berhasil
dan ada yang belum. Pada tahap kedua kelompok pejuang aspirasi yang berhasil
kita golkan melanjutkan perjuangannya dengan meminta saya mampu memenangkan
tender pengerjaan pelaksanaan program pembangunan tersebut. Tahapan ini selalu
menjadi sangat rumit karena si pejuang aspirasi tak bisa memahami kalau anggota
DPRA tak memiliki kemampuan memenangkan tender.
Untuk jangka panjang, desakan masyarakat supaya anggota DPRA
"terlibat" dalam pelelangan-pelelangan tender akan punya implikasi
tidak baik terhadap negeri ini."
Dari tulisan tersebut saya menangkap bahwa adalah sebuah REALITAS
yang dihadapi oleh hampir semua politisi yang berhasil melangkah ke DPR A apa
lagi yang didukung oleh TIMSES yang punya power lebih besar daripada power
POLITISI terkait, pada akhirnya desakan-desakan itu menjadi "beban"
atau "TEKANAN", jika bisa dikelola dengan baik dan bijak maka ini
akan menjadi dorongan yang bagus untuk terus menggerakkan sebuah perubahan ke
arah yang lebih baik, namun jika gagal dikelola maka POWER TIMSES itu akan
menjadi BOM yang siap meledakkan "DAPUR" politisi terkait.
Ketika berhadapan dengan TEKANAN seperti ini sepertinya tidak
banyak politisi yang punya kemampuan untuk tetap mengkonversi semua tekanan
agar tetap bergerak ke arah yang lebih konstruktif untuk Aceh yang lebih baik
dari hari ini.
PILIH RAKYAT ATAU TIMSES?
Dalam keadaan yang dilematis seperti ini opsi yang tersedia tidak
banyak, hanya tersedia dua opsi, perjuangkan atau tinggalkan salah satu,
beranikah Politisi terkait meninggalkan permintaan TIMSES tentunya dengan
pertaruhan dan butuh nyali yang sangat besar serta komitmen yang sangat kuat
terhadap idealisme yang telah lama diperjuangkannya atau lebih memilih
meninggalkan VISI PERUBAHAN demi rakyat yang telah diperjuangkan puluhan tahun dari
Jalanan, Gunung hingga ke Kursi DPRA.
Saya yakin tekanan seperti ini diawali dari perbedaan visi antara
POLITISI dengan TEAMSES.
Salam perubahan bung!
Semoga kedepan Aceh lebih baik!
Artikel Terkait: