DIN MINIMI, ANTARA SKENARIO TITIPAN, KEGAGALAN PENGUASA DAN KEKECEWAAN RAKYAT.
Hari ini, ketika DIN MINIMI Cs yang selama setahun terakhir memanggul senjata resmi "turun gunung" setelah kepala BIN yang dikenal dengan nama pasar Bang Yos turun langsung ke lapangan, semua orabg boleh sesumbar, spekulasipun terus bergulir dengan persepsi masing-masing.
Ada yang mengatakan ini bukan insiden yang terjadi secara kebetulan tapi memang sudah di desain dari awal dengan target memperburuk citra Pemerintah Aceh yang dikomandoi mantan pemberontak (Skenario Titipan).
Ada juga yang melihat kasus Din Minimi ini murni sebagai (mewakili) ungkapan kekecewaan rakyat Aceh terhadap penguasanja sehingga memantik perlawanan dari dalam sehingga kemudian Bang Yos dengan "kecintaannja" pada perdamaian di Aceh rela turun langsung demi sebuah tujuan untuk memadamkan api perlawanan bersenjata tanpa letusan senjata atau dengan istilah lain dengan pendekatan yang penuh persaudaraan.
Hal ini bertolak belakang dengan reaksi yang ditunjukkan oleh penguasa di Aceh selama ini dalam menjikapi persoalan Din Minimi, kita masih ingat kata-kata dengan nada perang dunia ke 7 "Menjerah atau ditangkap hidup atau mati" atau dilain kesempatan ada pernjataan "Aceh siap perangi perusak damai" yang semuanja mencerminkan posisi Din Minimi sebagai lawan yang harus diberangus dari bumi Aceh.
Ada juga yang melihat ini murni sebagai kegagalan penguasa di Aceh baik dalam upaya mensejahterakan masyarakat maupun dalam memberikan reaksi terbaik dalam upaya menjinakkan Din Minimi Cs sebagaimana yang dilakukan pemerintah RI terhadap GAM dengan MoU nja dan juga apa yang dilakukan Bang Yos dengan dinginnja.
Namun terlepas dari itu semua, kita juga bisa melihat dengan jelas bahwa apa yang terjadi di Aceh tidak teelepas dari Kegagalan Penguasa di Aceh dalam memberikan pelayanan terbaik untuk rakyatnja, mereka malah lebih sibuk untuk memikirkan kepentingan mereka masing-masing, hampir tiap saat kita melihat pertentangan atau bahkan pertengkaran yang sebenarnja sangat tidak layak dipertontonkan dengan begitu fulgar oleh penguasa di Aceh.
Satu kesimpulan yang pasti Perang demi perang, kegaduhan demi kegaduhan yang terjadi di Aceh dengan target yang berbeda tapi taruhannja tetap sama yaitu njawa.
Kita berharap agar kedepan rakyat Aceh bisa berfikir lebih jernih dalam kaitannja dengan upaya untuk memperjuangkan aspirasinja dan juga dalam memilih pemimpin agar tidak terulang lagi kekecewaan dan kesalahan yang sama untuk kesekian kalinja.