Gubernur dan Wagub
pecah kongsi, Gubernur telah mengambil alih semua kewenangan wagub, Aceh hancur
karena Gubernur tidak memberikan kewenangan kepada Wagub, Wagub tidak bisa
berbuat apa-apa untuk Aceh karena kewenangannya dalam pemerintahan telah
dicabut oleh Gubernur, Gubernur terlalu otoriter, itulah berbagai macam
tudingan yang dialamatkan kepada Gubernur Aceh terkait penyebab kisruh yang
terjadi di pemerintah Aceh yang membuat jalannya pemerintahan tersendat,
kesejahteraan rakyat terabaikan dan Aceh semakin dekat dengan jurang
kehancuran.
Hal ini tidak hanya
terjadi di Aceh, tapiu juga di daerah lainnya di seluruh Indonesia, bahkan juga
pernah terdengar perebutan pengaruh antara President SBY dengan JK ketika
mereka menjabat sebagai President dan Wakil President Indonesia periode
2004-2009 silam, Sering bahkan terlalu sering kita mendengar bahwa seorang
kepala daerah seperti Gubernur terkadang mereduksi atau mengambil alih sehingga
Wakil Gubernur kehilangan sebahagian atau bahkan seluruh wewenangnya, perlu
dicatat bahwa dalam konteks Aceh, pembagian wewenang antara Gubernur dengan
Wagub telah tertulis dengan jelas dalam UU No 11 Tahun 2006 atau yang lebih lazim
disebut UUPA.
Berikut poin
kewenangan Wakil Gubernur Aceh seperti yang diatur dalam Pasal 44 UUPA:
(1) Wakil Gubernur
mempunyai tugas membantu Gubernur dalam:
a. penyelenggaraan
pemerintahan;
b. pengoordinasian
kegiatan instansi pemerintah dalam pelaksanaan syari’at Islam;
c. penindaklanjutan
laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparatur pengawasan;
d. pemberdayaan
perempuan dan pemuda;
e. pemberdayaan adat;
f. pengupayaan
pengembangan kebudayaan;
g. pelestarian
lingkungan hidup;
h. pemantauan dan
evaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota;
i. pelaksanaan tugas
dan wewenang Gubernur apabila Gubernur berhalangan; dan
j. pelaksanaan tugas
dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Gubernur.
(2) Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil Gubernur bertanggung
jawab kepada Gubernur.
(3) Wakil Gubernur
menggantikan Gubernur sampai habis masa jabatannya apabila Gubernur meninggal
dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajiban selama 6
(enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.
Jika dalam menjalankan
roda pemerintahan terjadi saling tuding atau bahkan saling berebut tugas dan
wewenang antara Gubernur dengan Wakil Gubernur maka cara paling arif dan
seharusnya ditempuh adalah masing-masing baik Gubernur maupun Wakil Gubernur
adalah kembali ke Undang-undang yang telah mengatur dengan jelas terkait
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, sehingga terhindar dari perseteruan
yang berkepanjangan.
Jika juga perseteruan
terus berlanjut karena saling berebut kekuasaan itu menunjukkan bahwa baik
Gubernur maupun Wakil Gubernur bukanlah sosok yang professional yang layak
dipercaya untuk mengendalikan sebuah pemerintahan di suatu daerah, karena tidak
paham atau tidak taat pada aturan yang berlaku.