Pergaulan bebas, laki-laki dan perempuan (Non Muhrim) berbaur
dan bercanda tanpa batas, pembunuhan yang dikarenakan perebutan wanita malam,
penangkapan pasangan khalwat, perempuan yang hamil di luar nikah, anak yang
lahir tanpa ayah, pembuangan bayi dan berbagai cerita miris yang sangat
memalukan tersebut dikarenakan oleh ketimpangan pembangunan jiwa manusia yang
dilampaui oleh perkembangan fasilitas dan raga manusia, perempuan cantik,
lelaki ganteng, fasilitas mewah, hidup wah namun tidak diimbangi oleh
pembangunan akhlak dan iman, alhasil kehidupan manusia amburadul, kacaw balaw
bahkan lebih kacaw dari kehidupan hewan yang juga sangat menuruti nafsu namun
tidak pernah menolak “bertanggung jawab” atas apapun yang dilakukannya sehingga
tidak ada betina yang harus bunuh diri, dijauhi induk dan diasingkan lingkungan
gara-gara “percintaan” semalam dengan Jantan yang menggagahinya, sementara
orang yang hanya bermodalkan nafsu tanpa dibelkali iman seringkali hanya mau
enak namun senantiasa menghindari tanggung jawab.
Lihat:
VIDIO DAMPAK PERGAULAN BEBAS
Nah seperti itulah gambaran kehidupan manusia yang diinginkan
oleh syeithan, yang selalu didambakan oleh iblis, manusia yang hanya menuruti
nafsu dan sama sekali tidak dapat dikendalikan oleh Iman. Dan terbukti hal
demikian banyak dan seringkali membuat manusia menjadi lebih liar dan lebih
hina dari hewan yang tidak dibekali akal.
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh
individu dengan individu maupun antara suatu kelompok dengan kelompok individu
lainnya. Kita tentu tahu dan sadar bahwa selaku makhluk dan manusia yang
beragama pergaulan antara manusia dengan manusia mempunyai rambu-rambu dan
ketentuan-ketentuan yang harus dipedomani, dan rambu-rambu tersebut tidak akan
pernah berfungsi jika pembangunan fisik manusia tidak diimbangi oleh
pembangunan jiwa dan imannya. Pergaulan bebas tanpa batas, tidak berpedoman
pada rambu dan ketentuan yang telah digariskan agama maupun norma yang berlaku
lainnya adalah tergolong perilaku menyimpang, yang mana dalam interaksi
(pergaulan) antara indvidu maupun sekelompok individu tersebut telah melewati
batas-batas norma agama dan norma kehidupan yang ada. Masalah pergaulan bebas
ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun di media massa dan yang paling
rentan dengan hal ini adalah remaja. Kenapa dikatakan demikian? Karena remaja
adalah individu labil yang emosinya rentan tidak terkontrol oleh pengendalian
diri yang benar. Belum lagi jika dipicu oleh berbagai masalah yang mendorongnya
semakin liar, semisal masalah kekeluargaan, kekecewaan, pengetahuan yang minim
dan pengaruh “negative” dari teman-teman yang bergaul bebas sehingga pada
akhirnya akan membuat makin berkurangnya potensi positif generasi muda dalam menghadapi
masa depan. Lantas apa yang terjadi? banyak remaja putus sekolah, hamil diluar
nikah, pembuangan bayi yang dilahirkan karena hubungan di luar nikah yang semua
itu dikarenakan oleh pergaulan bebas tanpa batas dan tidak mengenal norma serta
melawan apa yang telah digariskan agama.
Lantas ketika ada yang berupaya untuk menghindari atau
setidaknya meminimalisir dampak negative yang dikhawatirkan tersebut misalnya
pemerintah daerah tertentu dengan menerapkan kebijakan “Jam Malam” agar para
muda-mudi bisa terhindar dari suramnya masa depan akibat dari pergaulan bebas
tersebut ternyata ada pihak pihak yang terkesan keberatan kalaupun tidak bisa
dikatakan menetang kebijakan tersebut dengan mengajukan berbagai pertanyaan
atau alibi-alibi yang bernada mempersoalkan kebijakan tersebut.
Misalkan ada yang mengeluarkan pernyataan yang sekaligus pertanyaan
“Secara tampilan, kedengarannya
wacana ini bagus, tapi pertanyaannya kemudian, apakah nanti instruksi ini dapat
diimplementasikan dengan baik pula?”, “Bukankah pengalaman selama ini
pendekatan kebijakan model seperti ini relatif tebang pilih dan otoriter?”
Dari satu sisi pertanyaan ini wajar dan harus dijadikan masukan
bagi pihak yang mengambil kebijakan, pertanyaan ini harus ditanggapi dengan
bijak, dalam artian bahwa pengambil kebijakan harus bisa memastikan bahwa dalam
pelaksanaannya nanti kebijakan ini harus dapat diimplementasikan dengan baik
dan tidak menimbulkan kesan dan persoalan baru, semisal akan menimbulkan
kecemburuan dari sebahagian pihak karena dikhawatirkan akan terjadinya tebang
pilih dalam pelaksanaannya, nah jika pemerintah terkait bisa menyikapi kritikan
atau pertanyaan ini dengan bijak maka nantinya dalam pelaksaannya tentunya akan
sudah terlebih dahulu dipersiapkan prosedur yang baik dan benar-benar dapat
terhindar dari kesan tebang pilih seperti yang dikhawatirkan oleh pihak-pihak
tertentu, sehingga ketika diimplementasikan benar-benar dapat berjalan dengan
baik dan memberikan dampak yang benar-benar positif serta terhindar dari
hal-hal yang negative yang malah dapat melahirkan sikap antipati dari warga
terhadap kebijakan-kebijakan lainnya yang diambil oleh pemerintah.
Di sisi lain pertanyaan dan kekhawatiran semacam ini juga sangat
beralasan mengingat bahwa selama ini pemberlakuan kebijakan tertentu oleh
pemerintah terkait memang masih belum maksimal dan masih menimbulkan kesan
tebang pilih, misalkan dalam melakukan razia-razia rutin di tempat-tempat yang
dicurigai terjadinya pelanggaran syari’at Islam, Pemerintah masih terkesan “tidak”
berani menyentuh tempat-tempat tertentu yang sebenarnya diyakini juga terjadi
pelanggaran syari’at bahkan lebih parah dari tempat-tempat yang dirazia dan
dijamah oleh pemerintah melalui perangkatnya untuk menegakkan syari’at Islam.
Seharusnya dengan adanya pertanyaan-pertanyaan dan
tudingan-tudingan tersebut, para pengambil kebijakan harus menanggapi dan
menjawabnya dengan cara yang elegant yaitu dengan bisa lebih sigap dan lebih
serius untuk membuktikan bahwa mereka tidak tebang pilih dalam menerapkan
kebijakan tertentu. Dengan kata lain “tudingan” tebang pilih tersebut harus dijadikan motivasi atau suntikan energy positif bagi para pengambil kebijakan
untuk membuktikan mereka tidak tebang pilih, tentunya dengan bekerja lebih
maksimal dan tidak pandang bulu dalam menerapkan aturan-aturan terkait, jangan
malah diabaikan dan kritikan tersebut dilihat sebagai sikap bermusuhan karena
hal itu tidak akan pernah menyelesaikan persoalan, malah akan mmemperbesar rasa antipati
rakyatnya kepada penguasa!
Sehingga ketika pemerintah dapat menyikapi kritikan warganya
dengan bijak maka pada akhirnya
kebijakan yang diambil pemerintah akan mendapat dukungan yang lebih besar dari
warganya termasuk para pihak yang pada awalnya mengkritik, bukankah cara ini
lebih indah dan lebih mashlahat dalam menyikapi setiap kritikan? Pemerintah jadi
lebih terdorong untuk bekerja lebih maksimal para pengkritikpun akan merasa
puas atas kinerja pemerintah yang telah menjawab kekhawatirannya dengan begitu
elegant.
Sementara lebih lanjut juga ada pihak yang mempertanyakan
kebijakan pemerintah tersebut karena dikhawatirkan akan memberikan dampak negative
terhadap kreativitas muda-mudi misalnya dengan melemparkan pertanyaan “Kalau ada remaja putri berkumpul
untuk di warung kopi atau cafe untuk ngerjain PR sekolah gimana? Aparatur dan
metode pengawasan apa sudah paham betul mengenai kebijakan ini? Jangan sampai
instruksi Walikota ini mendatangkan kemudharatan lain, yaitu pemberangusan
kebebasan dan kreativitas anak muda”, Nah untuk menanggapi kekhawatiran tersebut
kiranya pemerintah juga harus memperlihatkan sikap yang bijak barangkali dalam
konteks ini pihak pengkritik perlu diundang dan diajak bicara untuk dijelaskan
atau sharing pendapat agar nantinya dalam pelaksanaan kebijakan tersebut bisa
terhindar dari gejolak-gejolak atau kecurigaan yang berlebihan dari pihak-pihak
yang belum memahami atau setidaknya belum sepaham dengan pemerintah terkait
kebijakan tersebut, tentunya jika memang pengambil kebijakan punya alasan yang
cukup dan rasional saya yakin pihak yang mengkritipun juga akan bisa memahami, toh tujuan kritikan juga untuk kebaikan bersama, begitu juga sebaliknya jika memang prosedur yang telah disiapkan oleh pemerintah
dirasa ada yang kurang tentunya akan bisa diminta masukan-masukan konstruktif
dan positif dari para pihak sehingga kekhawatiran akan menghambat kreatifitas
muda-mudi yang dikhawatirkan bisa diminimalisir dan bisa dihindari.
Namun
terlepas dari itu semua tentunya semua kebijakan yang diambil oleh pemrintah
sudah seharusnya memberikan kemashlahatan yang sebesar-besarnya bagi rakyat,
terlepas dari pro dan kontra maupun sentiment tertentu yang memicu terjadinya
pro dan kontra tersebut, atau setidaknya kemudharatan yang ingin dihindari oleh
pemerintah sebagai Goal dari kejikan tersebut harus bisa dikomparasikan dengan
kemudharatan yang dikhawatirkan oleh pihak pengkritik, sehingga pada akhirnya
kemashlahatanlah yang harus diutamakan dan kemudharatan yang lebih besar dapat
dihindari baik itu yang dikhawatirkan oleh pengkritik maupun kemudharatan yang
ingin dihindari oleh pengambil kebijakan yang mendasari kebijakannya.
Whell…
Pemimpin itu tidak boleh alergi terhadap kritikan, malah
pemimipin seharusnya berterima kasih kepada pihak-pihak yang dengan suka rela
mengkritik dan menasehatinya tanpa harus dibayar, sebahagian dari kita tentu
pernah mendengar atau membaca riwayat ketika Saidina Umar r.a baru saja dibai’at sebagai khalifah ia
bertanya kepada ummat “Apakah kalian akan mena’atiku sebagai khalifah?” Lantas
salah satu dari rakyat yang hadir dengan sigap menjawab: “Wahai Umar kami akan
setia mengikutimu selama engkau berada di jalan Allah dan Rasul-Nya”, Kemudian
Umar melanjutkan pertanyaannya “Lalu jika saya keluar dari jalan Allah dan
Rasul-Nya apa yang akan kalian lakukan?” dan kembali sahabat tadi menjawab
seraya menghunuskan pedangnya “Wahai Umar kami akan mengajakmu kembali ke jalan
Allah dan akan meluruskanmu dengan pedang ini jika perlu” demikianlah
dikisahkan tentang betapa Umar saja yang terkenal gagah berani dan perkasa
tidak pernah anti dengan kritik dari rakyatnya.
Artikel Terkait:
VIDIO DAMPAK PERGAULAN BEBAS
WARGA KOTA SAMBUT BAIK WACANA WAJIB TUTUP TOKO JELANG SHALAT
BABAK BARU MENUJU PILKADA BANDA ACEH