Pengajian di MRB dihentikan, Aceh
memenas di tengah Banjir!
“Persoalan panasnya mesjid raya, itu hanya
karena yg menggoreng isu tau bumbu dan kadar api to dimasak, cerdaslah memilih
media” begitu kata Muhajir Al-Fairusy dalam sebuah status FB nja.
ULAMA & UMARA BENTURAN ATAU
DIBENTURKAN?
Mesjid Raya Baiturrrahman (MRB)
memanas…
“Dinas Syariat Islam Coreng Nama
Baik Pemerintah Aceh” teriak si Fulan
“DPRA Harus Panggil Pengusir Pengajian” jerit si Fulen
“Ini Jawaban Kadis Syariat Islam
Soal Pelarangan Pengajian di Masjid Baiturrahman” kata media Fulan.
Itulah isu yang sedang menjadi
“trending topic” di Aceh beberapa hari terakhir, panasnja issu itu datang
bersamaan dengan hujan yang menggenang sebahagian wilayah di Aceh.
Sepintas terlihat “Panasnja
Baiturrahman” bermula dari “kabar” penghentian pengajian yang diadakan oleh
ULAMA yang tergabung dalam HUDA, jika hal ini benar-benar terjadi, kita perlu
mencari tahu:
Siapa yang melarang pengajian
tersebut?
Kenapa pengajian tersebut dilarang?
Dan yang paling penting benarkah
adanja “pelarangan” tersebut?
Sebagai jawaban dari pertanjaan
terakhir jika kita mengacu pada “kabar” yang dihembuskan oleh salah satu media
di Aceh, kita dapat menjimak bahwa “benar?” Telah terjadi pelarangan pengajian
Tastafi yang diadakan oleh ULAMA di Aceh dan pelarangan tersebut ditengarai
dilakukan oleh panitia MRB atas perintah oknum tertentu yang berada di
lingkaran pendopo atau orang di lingkaran UMARA ACEH tepatnja.
Untuk pertanjaan kedua, kenapa pengajian tersebut dilarang?
“Kami tidak melarang pengajian,
karena masjid adalah tempat ibadah. Tapi kedepan kita akan buat peraturan
pengajiannya dilakukan usai salat Jumat. Ini bagi yang ingin mengadakan
pengajian di hari jumat, Begitu juga bagi yang akan menikah di Jum’at pagi,
kedepan akan dibatasi satu pasangan saja. Ini mengingat Jumat merupakan hari
yang sempit waktu dan banyak orang yang akan beribadah lebih cepat, di samping
para Khadam masjid ingin membersihan lantai mesjid yang butuh banyak waktu
pula,” begitu kata Profesor Syahrizal Kadis Syari'at Islam Aceh kepada salah
satu media yang sangat getol memberitakan “issu” tersebut!.
Sementara untuk pertanjaan pertama “Siapa yang melarang pengajian
tersebut?”
Sesuai dengan “issu” yang
dihembuskan ditengarai bahwa yang menginisiasi pelarangan pengajian tersebuat
adalah orang dekat (kalangan pendopo) dengan UMARA Aceh dalam konteks ini
adalah orang dekat Gubernur.
Seperti itulah “issu” yang
memanaskan MRB beberapa hari terakhir, namun di balik itu semua, saya pribadi
berpandangan bahwa, jikapun benar adanja pelarangan pengajian yang dilakukan di
MRB oleh pihak-pihak tertentu, hal pertama yang harus dilakukan adalah "tabayyun" mengklarifikasi kepada fihak terkait
secara langsung dan kalau perlu harus “dipertemukan” para fihak ULAMA dan UMARA
untuk bertatap muka untuk meminta dan memberikan penjelasan atas apa yang
sebenarnja terjadi, agar semua tau duduk persoalan yang sebenarnja, sehingga
persoalan tersebut tidak berlarut-larut yang akhirnja dapan menjeret ULAMA dan
UMARA di Aceh ke dalam “ring” panas yang “kemungkinan” sengaja dicipkan oleh
fihak-fihak tertentu yang pada akhirnja akan berdampak sangat negative untuk
perkembangan Syari’at Islam dan Aceh secara umum ke depan.
Bukankah persoalan “perseteruan?”
ULAMA dan UMARA ini tidak seharusnja disajikan kehadapan Publik?
Tidak adakah cara yang lebih
bijaksana untuk menjelesaikannja?
Atau jangan-jangan ada fihak-fihak
tertentu yang memang sengaja “membenturkan” dengan menggelindingkan Issu
tersebut dan persoalan akan semakin sulit untuk diselesaikan?
Jika benar, ada fihak-fihak tertentu yang sengaja “memanaskan” hubungan ULAMA
dan UMARA, siapakah fihak tersebut?
Untuk apa dan atas dasar
kepentingan apa mereka “sengaja” membenturkan ULAMA dengan UMARA?
Untung apa yang dapat mereka raih
dari kemelut tersebut?
(Ini juga tanda tanja yang tak kalah pentinguntuk dijawab)
Jangan-jangan ada misi atau dendam
pribadi yang ingin dituntaskan dan ingin menggiring public agar memusuhi
fihak-fihak tertentu yang “memang” ingin dihancurkan oleh fihak terkait!
Di satu sisi “langkah” media untuk
menjebarkan kabar tersebut patut di apresiasi jika bertujuan untuk
memaksimalkan peran pengawasannja “KONTROLLING” terhadap kebijakan pemerintah. Tapi
di sisi lain masyarakat sebagai konsumen harus selektif dan waspada, kerena
“bisa” saja orang menduga ada misi “pembunuhan atau pembusukan” atau
"KILLING" yang sedang bergulir…
Atau ada kemungkinan dan
kepentingan lain di balik semua ini???
Ntahlah…
Semoga fihak yang berkompeten bisa
menjelesaikan persoalan ini dengan bijak agar tidak menjadi bola panas yang
dapat mengancam melahirkan ledakan yang lebih besar yang dapat membakar bumi
Aceh yang tengah dilanda banjir.
Wallu a’lam bishshawab!