INDONESIA TERJEBAK RIVALITAS
PDIP Vs GERINDRA
(SOEKARNO Vs SOEHARTO)
Musuh itu harus disingkirkan buruk atau baik, lambat atau cepat!
Tapi tetap aja dalam dunia politik tak pernah ada musuh jang abadi, jang selalu ada hanjalah permusuhan!
Mari kita cermati...
Ahok kutu loncat?
Oke...
Hanja kutu busuk jang tidak akan meloncat ketika hidup di bawah ancaman "setidaknja menurut dia".
Kenapa dulu Gerindra bersekutu dengan PDIP dalam mengusung Jokowi Ahok di Jakarta?
Mungkin salah satu penjebabnja adalah Gerindra merasa diuntungkan dengan duet ini.
Tanja kenapa?
Pertama:
Gerindra pernah "terlibat asmara" dengan PDIP dan juga kemudian Gerindra "sangat khawatir" akan dikhianati oleh PDIP, dalam perjanjian batu tulis (Baca lagi Perjanjian BATU TULIS), Mulanja Gerindra berharap PDIP tidak mengkhianati mereka, setelah di 2009 Mereka berduet dengan Kemudi di pegang oleh PDIP dengan Megawati sebagai Capres dan Prabowo cawapres, kemudian Gerindra sangat berharap "asmara" itu terus berjalan sehingga nantinya PDIP mau menjadi Kernet Gerindra dengan skenario Capresnya PRABOWO (GERINDRA) dan wakilnya PDIP kebalikan dari 2009.
Kemudian Gerindra mulai menjalankan misinya, dilihatlah Kader PDIP jang paling Potensial adalah JOKOWI jang ketika itu masih walikot solo, misi untuk menjegal pengkhianatan PDIP pun disusun dan direalisasikan dengan Menduetkan Jokowi (PDIP) dengan Ahok (Gerindra jang non muslim) dengan harapan "kebaikan" GERINDRA jang memberikan (?) Kursi gubernur DKI pada JOKOWI (PDIP) bisa menghambat PDIP untuk tidak mengajukan CAPRESnya di 2014, karena kader jang paling potensial PDIP telah di"sandra" di DKI sehingga Megawati mau mendukung PRABOWO (Gerindra) sebagai capres karena "menurut" Gerindra PDIP tidak meungkin mencapreskan lagi Megawati (karena sudah kadar luwarsa)
Kedua:
Gerindra tahu betul bahwa orang Indonesia sangat sensitif terhadap isu Agama sehingga dengan menduetkan Jokowi dengan Ahok (jang nonmuslim tapi tak dipersoalkan Gerindra) nantinja Orang Jakarta dan Indonesia jang notabenenja di dominasi oleh mayoritas Islam akan menolak pencapresan Jokowi (oleh PDIP) karena mereka (Gerindra mengira) Dengan status Ahok jang non muslim akan ditolak oleh orang Indonesia untuk memimpin Jakarta jang merupakan Ibu Kota Indonesia. Dan ternjata Gagal Jokowi tetap di capreskan dan mengungguli Jagoan Gerindra Prabowo Hatta.
Nah setelah itu otomatis Ahok akan jadi Gubernur DKI, sebenarnja dalam skenario dan situasi seperti ini (Jokowi Presiden dan Ahok Gubernur) Gerindra meskipun kalah dalam kontestasi Capres tetap ketiban untung juga "dapat kursi guberbur" gratis (?), meskipun itu kalah prestis dibanding kursi president jang dimenangkan PDIP.
Lalu "Gerindra dan Gerombolannya" berupaya untuk tetap mengadakan perlawanan kepada PDIP (dan sekutunya) dengan menggagas Koalisi permanen di parlemen untuk menjegal Jokowi dan PDIP nya, lahirlah berbagai ide jang anti PDIP.
Eh... ada jang terlihat tidak siap beroposisi (berada di luar pemerintahan) hal ini bisa terlihat dari gelagat politik "Bunglon" Golkar dan PPP alhasil Golkar dan PPP (mulai di goyang oleh kadernja sendiri) jang bahkan sudah terlihat sebelum pemilihan berlangsung (kepemimpinan SDA dan ARB) dengan kebijakan politiknja jang sangat bernafsu di goyang oleh kadernja sendiri dan kini berlanjut setelah pilpres SDA sudah dilengserkan, ARB akhirnja juga terseret ke arus jang sama dengan SDA tapi masih lebih beruntung karena belum "tentu" terlempar seperti SDA.
Lantas PDIP mencoba memanfaatkan situasi Ahok jang mengangkangi Gerindra (dianggap saudara) Pintu masuk untuk PPP masih di buka, Golkar meski tidak resmi sudah duluan di dalam (sepertinja arus ini) masuk melalui JK jang punja darah Golkar dan kelompok itu sekarang mengkristal di bawan komando Agung Laksono.
Akhirnja Gerindra semakin linglung, PKS memang masih di belakang (inilah satu-satunja) kemenangan Gerindra karena kader paling militan di Indonesia hanya ada ditubuh PKS (?) jang sepertinja sangat siap menemani Gerindra untuk terus menggasak PDIP dan sekutunja.
Untuk nasional skenario ini sebenarnja sangat bagus karena PDIP jang terkenal konsisten beroposisi dengan pemerintah telah diimbangi (?) Oleh kekuatan Gerindra dan PKS jang sangat jantan untuk tetap memberikan tekanan kepada PDIP selaku penguasa, Untuk situasi ini Indonesia harus berterima kasih pada Gerindra dan PKS jang "sepertinja" siap mengawal Pemerintahan jang dipegang oleh PDIP, sehingga Pemerintah tidak berani berbuat "salah" sedikitpun,
Tanja kenapa?
OPOSISI siap menghukum.
Untuk tingkat lokal (Daerah) sepertinja akan tertular virus dan pengaruh jang sama diawali dengan Gagasan PILKADA TIDAK LANGSUNG jang mayoritas didukung oleh kubu KMP jang di komandoi oleh gerindra dan dilawan oleh para penentang jang menginginkan PILKADA TETAP LANGSUNG jang di motori oleh PDIP.
Mungkin ini karena ada sebagian fihak jang mulai menjadari bahwa melalui pemilihan langsung mereka akan sulit menang, lantas cara terakhir adalah MERUBAH REGULASI PILKADA untuk dipilih oleh DPR.
Tanja kenapa?
Karena "sekarang" mayoritas kursi DPR dan juga DPRD dikuasai oleh kubu KMP.
Lantas jika nanti "ternjata" misinya tetap gagal maka REGULASI lagi jang harus diubah
Sampai kapan?
Ntahlah...
So bukankah Indonesia terjebak dalam perseteruan DUA KUBU
PDIP Vs GERINDRA?