Fazzan Zakaria nama aslinja, Feejjan MA nama
akun facebooknja adalah orang yang luar biasa.
Awalnja Saya mengenal dia sebagai seorang santri yang
menghabiskan waktunja di bilik dan balai Dayah, sekira tahun 2002 saya pertama
sekali berjumpa dengannja, saat itu adalah ketika saya mulai njantri di Dayah
Riyadhusshalihin pimpinan Abu Daud Zamzami.
Kala itu di Dayah ia adalah senior saya, sekaligus guru bagi
saya, katika saya mulai menghafal Matan Bina, Jarumiah dan kitab Awamel saya
sering sekali bertandang ke biliknja yang bersebelahan dengan bilik saya.
Sebagai santri saya mengenal sosok yang akrab disapa Abu Swiss
itu sebagai sosok yang cukup santun yang terkesan dingin bin pendiam, mungkin
kita tidak akan bisa bicara dengannja jika kita tidak memulainja. Sebagai
junior saya cukup respek dengannja.
Alkisah di tahun 2005, tepatnja ketika saya menamatkan SMA,
Fazzan yang dulunja terlihat begitu betah dengan statusnja sebagai santri
tiba-tiba berfikir untuk melanjutkan kuliah dan pilihannja adalah masuk di
jurusan TPA di fakultas tarbiyah IAIN Ar-Raniry.
Berawal dari situ bagi saya dia selain sebagai senior, guru juga
sudah berstatus sebagai kawan sesama mahasiswa, dengan berbekal ilmu yang sudah
dia dapat dari Dayah ia berhasil melewati semester demi smester untuk melahap
sks demi sks dengan sempurna, hanja saja mata kuliah umum seperti matematika dan
bahasa inggris cukup membuat ia kewalahan bahkan kala itu memaksa ia pindah
unit untuk bergabung dengan kami dan itu satu-satunja mata kuliah yang sempat
kami habiskan di ruangan yang sama, hanja satu semester dan satu mata kulkiah
saja dan itu adalah sesuatu yang lumrah mengingat dia lebih banjak menghabiskan
waktunja di Dayah yang jauh dari bahasa inggris dan pelajaran umum lainnja.
Singkat cerita “Abu Ija Krong” panggilan lain kami untuknja
sebagai anggota gank Mushalla Lapangan Tugu yang tidak pernah lupa bawa “Ija
Krong” (kain sarung) bersama Muhammad Nasir
Djauhari Muhammad Adil Iskandar
Zulkarnain dkk berhasil menjelesaikan S1 dengan predikat
Cumlaude tepat 8 semester dan dengan IPK yang tergolong tinggi di antara
wisudawan kala itu, masuk 10 besar di tarbiyah.
Di mata saya putra asli Aceh Besar itu adalah tetap sosok yang
dingin sama seperti kala ia di Dayah dan tentunja yang tidak mungkin saya
lupakan adalah manakala ia menjadi orang satu-satunja yang paling setia
mendampingi saya ketika saya ngambek saat wisuda karena kesalahan yang
dilakukan oleh panitia wisuda sehingga kaca ruangan rektorat gagal terpecahkan
oleh keanarkisan saya kala itu (cerita terkait kekecewaan itu akan saya
utarakan lain kali, kali ini fokus ke dia).
Pasca selesai S1 ia langsung melanjutkan S2 di kampus yang sama
(kali ini ia meninggalkan saya yang nganggur setahun), yang paling luar biasa
dari dia adalah bukan kecepatan dalam menjelesaikan kuliah.
Tapi apa? Tapi soal bagaimana cara ia berjuang sebagai anak yang
dilahirkan dari keluarga menengah yang untuk kuliah saja kami harus berjuang
sendiri dalam segala hal termasuk harus bekerja paruh waktu guna mendapatkan
penghasilan untuk membayar spp dan segala kebutuhan lainnja saat kuliah, kala
itu ia bekerja di Panglung almarhum Guru Kami (Alm Tgk Muhammad/ Cut Abang).
Alfatihah untuk guru kami, semoga dosanja diampuni dan
mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nja.
Sebagai alumni Dayah dan juga alumni TPA ia berhasil
menjelesaikan Program Pasca Sarjana juga dengan lancar dan itu luar biasa bagi
kami.
Tidak berhenti di situ, dia kembali meninggalkan saya, manakala
saya sedang menjelesaikan Thesis dia sudah bergegas melanjutkan S3 dengan
beasiswa Pemerintah Aceh yang dipelopori oleh Gubernur Hebat Irwandi Yusuf saat
pertama kali ia memimpin Aceh, sehingga dengan segala keterbatasan terutama
dana anak-anak sepertinja tetap bisa kuliah bahkan hingga ke luar negeri. (Tks
Mr Gubernur).
Dan bulan ini seperti foto yang tertera di bawah ini pria kelahiran 1984 tersebut telah
menuntaskan studi Doktoralnja dan sahlah ia sebagai alumni Dayah
Riyadusshalihin pertama yang berhasil meraih gelar Doktor.
Selamat untuk suami perempuan pilihan yang beruntung telah
memilih dan menerimanja sebagai pendamping hidup saudari Ara (Maharani).
Bagi saya Fazzan bukan teman biasa, teman sejuta rasa, karena
selain sebagai kawan di Kampus ia juga senior dan guru saya di Dayah bahkan ia
juga musuh saya dalam dunia olah raga dan juga politik (ia rival saya di
Pilkada Aceh Besar dan Pilpres 2014), pun demikian meskipun engkau adalah
"musuhku" sebagai pemuja Rossi dan Barcelona saya sebagai orang yang
anti Rossi dan Barcelona tetap mengucapkan selamat untuk Abu Semoga ilmunja
berkah dan ridha Allah senantiasa bersama kita!
Semoga kawan saya yang lain lagi segara mengikuti jejaknja,
tidak ada kesuksesan yang diraih dengan mudah.