HUKUM MEMEGANG TONGKAT DALAM KHUTBAH
JUM'AT.
Dalam beberapa waktu terakhir ada
pemandangan asing yang selama ini kerap terjadi di luar Aceh telah terjadi dan
dipertontonkan di Aceh, kericuhan terjadi di Masjid Raya Baiturrahman, ini
sungguh jauh dari apa yang dikenal selama ini ummat lslam di Aceh sangat damai
dan santun, namun dengan terang benderang kali ini stigma itu perlahan mulai
berubah, Islam di Aceh rupanya juga terpecah dan tidak sedamai yang selama ini
tergambarkan, ini jelas merugikan Aceh, karena kita telah merusak apa yang
selama ini terlihat bahwa ummat Islam di Aceh itu santun, terlepas dari salah
atau benar namun kita telah meninggalkan cara-cara yang arif dan bijaksana yang
sebenarnya masih bisa kita tempuh untuk mencara jalan keluar yang bisa dan
lebih terhormat dari cara-cara yang terkesan anarkis yang telah terjadi.
Namun sudah seharusnya kita tahu
bahwa apa yang diperdebatkan, semisal Hukum Memegang Tongkat bagi khatib,
seberapa pentingkah dan bagaimana hukumnya? adakah wajib sehingga harus
dipaksakan ataukah haram sehingga harus dan mesti ditinggalkan? ini penting
agar kita bisa bijak dan arif dalam melihat sebuah persoalan, Dalam khazanah
Fiqh syafiiyah, hukum memegang tongkat bagi khathib disebutkan hukumnya
sunnat, ia sama statusnya dengan beberapa sunnat lainnya, berikut hal-hal yang
disunnatkan dalam pelaksanaan khutbah Jum'at.
Sunnat-Sunnat Khutbah:
1. Menyimak khutbah (bagi jamaah)
2. Khutbah di atas mimbar atau tempat
yang tinggi
3. Memberi salam ketika sudah di atas
mimbar
4. Duduk sesudah segara salam
5. Muazzin melakukan adzan sesudah
khatib salam
6. Isi khutbah pendek mudah dipahami
7. Khatib tidak berpaling kiri atau
kanan
8. Memegang tongkat, pedang atau yang
semisalnya
9. Ukuran duduk antara dua khutbah
sekitar ukuran Surat al-Ikhlash.
Sumber:
Al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin,
dicetak pada hamisy Qalyubi wa Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah,
Indonesia, Juz. I, Hal. 280-283
Soe... Alangkah meruginya jika dua kubu
kaum muslimin yang berselisih terkait hal sunnat (seperti memegang tongkat saat
khuthbah) sampai mengorbankan kewajiban untuk tetap menjaga silaturrahmi dengan
saudaranya sesama muslim, konon lagi yang memicu permusuhan dan hal-hal yang
lebih buruk dari itu, sungguh kita bodoh.
Perdebatan bukanlah seutuhnya hal
buruk (negatif), karena hanya dengan perdebatan pemikiran dan cara pandang kita
akan semakin jernih, dengan catatan jika dan hanya jika perdebatan demi sebuah
pencerahan, bukan untuk menghancurkan dan merendahkan, Sudah sewajarnya dan
seharusnya kita berfikir untuk menyelematkan kemashlahatan yang lebih besar
dari sekedar hal-hal sunnat, dan juga
sudah semestinya kita menghindari timbulnya kerusakan dan kemafsadatan yang
lebih besar dari sekedar meninggalkan atau "mengwajibkan" hal sunnat,
semoga ada kompromis yang positif dan konstruktif nan bijak bin 'arif di tengah
kaum muslimin di Aceh.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka
(yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan janganlah
pula perempuan mengolok-olok perempuan yang lain, karena boleh jadi perempuan
(yang diolok-olokan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Dan
janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan memanggil dengan
gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
(fasik) dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang dzalim.” (Qs. Al hujurat:11).
Ego boleh saja menang atau kalah,
namun kebijaksanaan tetap tak pernah salah dan sungguh jauh lebih pantas untuk
dibanggakan. Ego tidak mungkin dibumihanguskan, dimanapun manusia itu berada,
pun demikian di Aceh yang masyarakatnya dikenal keras, tetapi ego akan sangat
positif jika mampu dikelola menjadi konsensus dengan mempertemukan dalam
kesepakatan-kesepakatan yang disepakati, pastinya kesepakatan tersebut menjadi
stand of view semua kelompok/wilayah/komunitas yang sebelumnya berseberangan
faham.
Saya berharap, kebanggaan kita sebagai
Muslim dan kepada Masjid Raya Baiturrahman dapat direalisasikan dan dilengkapi
dengan sikap-sikap santun yang juga bisa dibanggakan.
Semoga Perdebatan terkait Tata
Laksana jum'at di Mesjid Raya Banda Aceh membawa manfaat dan mashlahat yang
lebih besar dari mudharat yang ditimbulkan, jika saja mudharat itu sama sekali
tak bisa dihindari.