POLITISASI
ISLAM Vs ISLAMISASI POLITISI
Politisasi Islam
Politisasi Islam adalah sebuah
istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh
sebagian orang yang menunggangi Islam untuk mencapai tujuan politik.
Adalah ironis ketika setiap hari
kita mendengar sebahagian politisi di negeri ini berteriak “Islam adalah pegangan kita,
Al-Quran adalah pedoman kita, syari’at adalah jalan kita”, sementara dalam
kenyataannya kita terus saja berhadapan dengan realitas yang semakin hari
semakin jauh dari tuntunan Al-Quran, bimbingan Islam dan aturan syari’at.
Dari mulut atau ucapannya serta
pakaian maupun atribut yang disandangnya selalu dan senantiasa “membawa” nama
Islam, sehingga “terkesan” dialah orang yang paling cinta kepada Islam dan
senantiasa mengikuti Rasulullah SAW, sementara dalam setiap tindak tanduknya
malah bertolak belakang dengan apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, bahkan
lebih menyerupai Musailamah
Al-Kadzab (penipu) karena
ingin berkuasa, dia bahkan membuat hadits palsu yang seakan-akan apa yang dia
katakan benar layaknya yang pernah dikatakan Rasulullah SAW, atau ada juga yang
lebih identik dengan Qarun (kaya dan Lobha) sehingga dalam
kehidupannya ingin menguasai semua kekayaan dengan menghalalkan segala cara
termasuk korupsi sekalipun, dengan mencari celah agar terkesan kekayaannya
adalah halal, ada pula yang menyerupai Fir’aun (kuat dan angkuh) sehingga begitu
senangnya memanfaatkan kekuasan untuk menindas orang lain, sehingga dia
terlihat sebagai orang yang paling kuat dan kuasa dimuka bumi.
Bukankah ini yang dikatakan dengan “politisasi Islam?” yaitu ketika seseorang menunggangi
Islam untuk kepentingan politik?
Mendadak mendatangi Ulama untuk
meminta restu sehingga terskesan ia “telah direkom” oleh ulama tertentu untuk
dipilih menjadi Gubernur, Bupati dan lain sebagainya, mendadak menghafal hadits
dan ayat “guna” meng-islami pembicaraannya
agar terkesan seorang yang jujur dan berbagai cara lainnya yang pada dasarnya
hanya menunggangi “Islam” demi mewujudkan “kepentingan”
politiknya.
Berbagai kasus dan “praktik” culas
yang terjadi di sekeliling kita banyak yang melibatkan politisi-politisi
yang telah mempolitisir (dengan menggunakan atribut) Islam
untuk kepentingan politik mereka, padahal Islam telah dengan tegas menggariskan
bahwa yang hak dan yang bathil itu jelas berbeda, misalnya Islam melarang
penipuan, Islam melarang mengambil yang bukan haknya, Islam melarang ummatnya
melakukan penindasan.
Islam itu melarang pengibulan.
Allah SWT dengan sangat jelas
menerangkan dalam Al-Quran bahwa: “Terkutuklah
orang-orang yang banyak berdusta” (QS
Adz Dzaariyaat:10), ini
menunjukkan bahwa praktek culas berupa Mark-Up yang sering terjadi disekeliling kita
merupakan bentuk perbuatan yang sangat bertentangan dengan Islam itu sendiri, mark-up proyek pulan,mark-up proyek pulen, mark-up pengadaan Damkar misalnya,
penyelewengan beasiswa, bansos dan lain sebagainya.
Sungguh ironis, di
negeri yang dengan begitu “bergemuruh” menggaungkan syaria’at Islam yang
dipimpin oleh orang yang mengaku sangat cinta kepada Islam malah terjadi
tindakan-tindakan yang berlawanan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Islam itu melarang korupsi
Allah SWT berfirman “Dan janganlah kamu memakan harta
sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui” (Surah
Al-Baqarah: 188), bukankah dalam ayat ini Allah SWT dengan sangat jelas
melarang setiap muslim untuk mengambil harta yang bukan haknya secara bathil
semisal korupsi, bukankah korupsi itu sendiri merupakan perbuatan yang sangat
dilarang dalam Islam?
Ironisnya tindakan ini malah
dilakukan oleh oknum-oknum yang dalam kesehariannya selalu “menggaungkan” Islam
dalam setiap pembicaraannya, dalam setiap aktifitas politiknya senantiasa
“membawa” atribut Islam, atau bahkan berasal dari partai yang berlabel Islam.
Yang ketika mereka ingin meraih tujuan politiknya selalu berbicara dengan
begitu Islami, sementara dalam tindakannya ternyata sangat jauh dari
nilai-nilai Islam.
Islam melarang
penindasan(kedhaliman).
Berkaitan dengan ini Allah SWT
berfirman: “Sesungguhnya Dia
tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS.
Asy Syuura: 40), bukankah dalam ayat ini Allah telah menjelaskan bahwa sangat
membenci orang-orang yang berbuat kedhaliman, yang secara instruksional dapat
dipahami bahwa Allah SWT melarang berbuat kedhaliman baik dalam bentuk
penindasan dan ketidak adilan maupun berbagai bentuk kedhaliman lainnya.
Ironisnya dalam kehidupan
sehari-hari kita melihat begitu banyak ketidak adilan yang dipertontonkan
dihadapan kita yang dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya ketika “berjuang” selalu membawa nama Allah SWT dan
Rasul SAW yang seakan akan mereka benar-benar akan menjadikan Al-Quran dan
sunnah sebagai pedoman dalam menjalankan setiap kebijakan mereka. Begitu banyak
hak rakyat yang tidak terpenuhi oleh pemimpin di negeri kita, misalnya kita
setiap tahunnya membayar pajak, setiap bulannya membayar iuran listrik, air bersih
dan lain sebagainya yang namun pelayanan yang seharusnya kita dapatkan tidak
pernah terpenuhi secara maksimal, atau bahkan di abaikan sama sekali. Dalam
konteks lain kita juga menemukan berbagai realitas yang menunjukkan betapa
tidak adilnya pemerintah kita, misalnya ada daerah tertentu yang “kebetulan”
daerah asal pemimpin terkait mendapatkan perhatian yang luar biasa, sementara
daerah lainnya yang juga berada di bawah tanggung jawabnya malah tidak
diperdulikan.
Bukankah pengibulan, korupsi, ketidak adilan dan berbagai kedhaliman lainnya
merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam, namun ironisnya tindakan
itu dilakukan oleh oknum-oknum yang “selalu” menggaungkan keagungan Islam. Hal
ini menunjukkan bahwa mereka hanya mempolitisasi Islam atau dengan kata lain mereka hanya
menunggangi Islam untuk mewujudkan “nafsu” politik mereka.
Dengan kata lain bisa dikatakan
bahwa banyak (tidak sedikit) politisi yang ada di negeri kita ini yang
sejatinya beragama Islam tapi sungguh belumlah Islami, mengapa dikatakan
demikian? Karena korupsi masih saja terjadi di mana-mana, mark up di mana-mana,
penindasan di mana-mana.
Islamisasi politisi
Islamisasi politisi adalah sebuah
usaha yang dilakukan untuk meng-islami-kan para politisi. Dalam hal ini bukan
dalam artian politisi di negeri kita bukan Islam, namun politisi Islam yang ada
di negeri kita harus diupayakan agar dapat bertindak dan bersikap Islami. Artinya nilai-nilai Islam harus
senantiasa diimplementasikan dalam berpolitik. Sehingga ajaran Islam “mewarnai” setiap sendi-sendi kehidupan
berpolitik mereka, mulai dari proses suksesi politik, misalnya pemilihan kepala
daerah, pemilihan caleg yang harus dilakukan dengan cara-cara yang Islami
dengan penuh kejujuran (tranpasran) dan santun tanpa kekerasan, tidak
diskriminatif atau mendhalimi hak orang lain, sampai ketika “politisi” itu
menjabat sekalipun dapat menerapkan nilai-nilai Islam seperti Tranparansi, adil dan bijaksana dalam setiap tindak-tanduk maupun
kebijakannya.
Artinya politisi di negeri kita
benar-benar dapat berperilaku yang Islami atau sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Yang pada akhirnya akan memberikan keadilan dan mewujudkan kemakmuran ditengah
masyarakat dan negeri kita.
Tidak ada lagi korupsi, tidak ada lagi
mark-up, tidak ada lagi ketidak adilan, sehingga ketika para Politisi telah
berperilaku Islami maka Islam dan muslim yang “rahmatan lil’alamiin”
benar-benar tercermin dalam kehidupan kita, sebagaimana yang telah dipraktikkan
oleh Rasulullah SAW. Inilah yang penulis sebut dengan Islamisasi politisi.
Sehingga pada akhirnnya jangan
sampai ada lagi pertanyaan seperti dibawah ini:
Nach Lo bawa-bawa nama Islam
tapi kok malu-maluin sih?
Jangan-jangan elo hanya ingin
mem-POLITISASI ISLAM?
Memang Islam itu sempurna,
sementara muslim tidak sempurna,
tapi sebagai muslim kita mesti
terus berusaha untuk menjadi sempurna
Agar Islam tidak tercela hanya
gara-gara "keislaman" kita yang tidak sempurna.